Sejarah, Maksud, Filosofi dan Segala Hal Tentang Nilai-Nilai Kementerian Keuangan
Kita tahu, saat ini Kementerian Keuangan telah menerima remunerasi penuh 100%. Apa yang membuat Kementerian Keuangan menerima 100% bisa jadi salah satunya adalah penerapan nilai-nilai kementerian keuangan yang terdiri dari 5 nilai yaitu Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan dan Kesempurnaan.
Vision Mission Values Kementerian Keuangan:
Visi:Menjadi Pengelola Keuangan dan Kekayaan Negara yang Dipercaya dan Akuntabel untuk mewujudkan Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan.
Misi:
• Misi Fiskal adalah Mengembangkan Kebijakan Fiskal yang Sehat, Berkelanjutan, Hati-hati (Prudent), dan Bertanggungjawab.
• Misi Kekayaan Negara adalah Mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal sesuai dengan asas fungsional, kepastian hukum, transparan, efisien, dan bertanggungjawab.
• Misi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan adalah Mewujudkan industri pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai penggerak dan penguat perekonomian nasional yang tangguh dan berdaya saing global.
• Misi Penguatan Kelembagaan adalah :
o Membangun dan Mengembangkan Organisasi Berlandaskan Administrasi Publik Sesuai dengan Tuntutan Masyarakat.
o Membangun dan Mengembangkan SDM yang Amanah, Profesional, Berintegritas Tinggi dan bertanggung jawab.
o Membangun dan Mengembangkan Teknologi Informasi Keuangan yang Modern dan Terintegrasi serta Sarana dan Prasarana Strategis Lainnya
INTEGRITAS – PROFESIONALISME – SINERGI – PELAYANAN – KESEMPURNAAN
Segala hal tentang Nilai-Nilai Kementerian Keuangan akan di bahas di uraian di bawah ini, siapa tahu anda salah salu yang berminat bergabung dengan Kementerian Keuangan, seyogyanya anda mengetahui nilai-nilainya.
Nilai-Nilai Kementerian Keuangan
I. Latar Belakang
Sebagai abdi negara dan abdi masyarakat seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) mempunyai peranan yang strategis dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional. Sosok PNS yang dapat memainkan peranan tersebut adalah PNS yang memiliki kompetensi yang tercermin dalam bentuk penguasaannya atas pengetahuan (knowledge) dan ketrampilan (skill) yang dibutuhkan dalam dunia kerja serta diindikasikan dari sikap dan perilakunya (attitude).
II. Pengertian Nilai (value)
Nilai atau Value adalah seluruh suasana hati, kepribadian, serta dasar pemikiran yang diekspresikan melalui tindakan. Value merupakan bagian dari falsafah hidup yang diyakini sedemikian rupa sehingga menjadi penentu arah tindakan dan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku. Di dalam Value tersebut terdapat prinsip-prinsip kebenaran yang diyakini (truth), nilai etika tentang baik dan buruk (kindness), harga diri (esteem, dignity), serta kebermaknaan (meaning).
Banyak pemimpin organisasi menetapkan visi dan misi tetapi kurang memahami atau mendengarkan aspirasi nilai-nilai yang dianut anggota organisasinya sehingga visi yang dibangunnya tidak memikat dan mampu menggerakkan anggota organisasinya. Pemimpin harus mampu menumbuhkan nilai-nilai (values) sehingga anggota organisasi merasakannya sebagai bagian dari prinsip-prinsip yang diyakini.
Value berkaitan dengan perasaan atau lebih berkaitan dengan emosi ketimbang rasio. Tamara (1996), menyatakan bahwa seorang pemimpin harus mampu berempati dan merasakan suasana hati para pengikutnya yang mencakup:
1. Sense of justice, yaitu perasaan keadilan sebagai bentuk nilai-nilai universal dimana setiap orang ingin diperlakukan secara adil dan seimbang.
2. Sense of the truth, yaitu perasaan kebenaran yang menjadi motivasi pendorong atau alasan utama kenapa mereka bertindak.
3. Sense of kindness, yaitu perasaan dimana mereka memiliki nilai-nilai kebaikan atau etika yang harus dipatuhi.
4. Sense of meaning, yaitu rasa kebermaknaan bahwa mereka bekerja atau mengikuti pemimpin karena merasa keberadaannya bermakna dan dihargai.
III. Proses Pembangunan Nilai-nilai (Values)
Menurut Tasmara (1996:285-288), terdapat beberapa metode dalam pembangunan nilai-nilai organisasi, diantaranya melalui tahapan-tahapan:
1. Pembentukan (Forming)
Pada tahapan ini, pemimpin melakukan evaluasi terhadap nilai-nilai yang paling kuat atau paling dibutuhkan oleh organisasi. Selanjutnya, pemimpin melakukan adaptasi, observasi, dan partisipasi untuk mendeteksi suara hati, aspirasi, kekuatan, dan kelemahan dari anggotanya. Fakta dan data yang diperoleh di lapangan atau berdasarkan informasi yang akurat dirumuskan dalam bentuk asumsi-asumsi sementara dan dipilih beberapa yang paling mungkin dapat diterima atau sinergi dengan nilai-nilai yang ada.
Pada tahapan forming, para pemimpin puncak sampai pada level pemimpin operasional sudah mempunyai konsep yang sama. Mereka harus kompak dan bersinergi. Hal ini harus menjadi urutan awal agar pesan-pesan serta muatan motivasi yang akan disampaikan kepada para pegawai/bawahan ditafsirkan sama oleh semua level pejabat/manajerial.
Pada tahap awal pembentukan dibutuhkan keteladanan dari seluruh lini kepemimpinan/manajerial. Para bawahan akan melihat dengan nyata apa yang sedang terjadi dan mengapa ada perubahan perilaku dari para pemimpinnya. Tidak ada bahasa yang paling efektif, kecuali keteladanan (exemplary leadership). Keteladan lebih membekas daripada sekedar kata-kata. Nilai-nilai (values) akan segera menyebar selama para pemimpin mampu menunjukkan keteladanan yang tulus. Keteladanan yang tulus memang sangat dibutuhkan. Bukan keteladanan yang bersifat situasional, melainkan keteladanan yang melekat pada jati pemimpin.
2. Memovitasi (Storming)
Tahapan kedua adalah memberi potensi yang kuat dan mengguncangkan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kelompok yang dominan. Karena sifatnya adalah guncangan atau badai (storm), tentunya akan timbul reaksi-reaksi dari berbagai sudut pandang.
Pemimpin yang berkualitas sudah pasti mempertimbangkan adanya reaksi-reaksi tersebut sebelumnya bahkan mampu memperkirakan hal-hal terburuk sekalipun sekaligus melakukan langkah-langkah antisipatif. Pemimpin seharusnya mampu melihat segala sesuatu dari faktor realitas yang sangat mungkin (possibility) dan bukan berdasarkan perkiraan yang bersifat spekulatif (probability).
Motivasi (storming) akan membukakan pintu seluas-luasnya yang memungkinkan terjadinya interaksi antara atasan/pemimpin dan bawahan. Dalam konteks ini seharusnya pemimpin memberikan bimbingan kepada para bawahannya. Proses bimbingan dan konsultasi (coaching dan Councelling) akan efektif apabila terdapat keterbukaan diantara semua pihak. Untuk itu diperlukan saling pengertian (understanding) yang tulus.
Selain itu diperlukan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan nilai-nilai, etika, leadership, spirituallity at work place, etos kerja, dan lain-lain. Pelatihan-pelatihan tersebut berguna untuk membangkitkan kemauan (willingness), serta sense of importance dari setiap tugas yang harus dilaksanakan dalam kaitannya dengan visi, misi dan values. Pelatihan terbaik adalah pelatihan yang membawa nilai-nilai yang diharapkan oleh organisasi maupun anggotanya sehingga terjadi sinergi yang memungkinkan pencapaian prestasi yang menjadi kebanggaan bersama.
3. Penghayatan Norma (Norming)
Pada tahapan ini, diharapkan para anggota organisasi sudah berada dalam tahapan termotivasi. Ada dorongan serta antusiasme yang merata diantara mereka sehingga ketika pemimpin memasukkan pesan-pesan moral atau norma-norma yang berlaku dalam lingkungan organisasi akan lebih bersifat persuasif dan dirasakan sebagai norma atau nilai yang sesuai dengan harapan para anggota organisasi.
Proses pembentukan norma-norma berkaitan dengan program komunikasi yang terpadu, sehingga seluruh jajaran pada lini-lini organisasi mampu menerjemahkan nilai-nilai yang diharapkan organisasi untuk mendukung program pencapaian target menuju visi yang telah ditetapkan. Bentuk program komunikasi ini dapat dilakukan melalui berbagai media atau bentuk public relations yang berkesinambungan.
Tahapan pemantapan nilai, program percontohan, atau membuat inkubasi harus terus dilakukan pada beberapa kelompok. Selain itu, juga harus dilakukan monitoring sebagai kelompok atau uji coba gagasan-gagasan yang akan pemimpin lakukan, di mana di dalam kelompok inkubator tersebut ditanamkan nilai-nilai yang seharusnya ditanamkan. Pada unit-unit organisasi yang lebih kecil, setiap anggota organisasi melakukan sharing satu sama lain dalam suasana keterbukaan, keceriaan, dan suka cita sehingga menghasilkan sharing yang lebih cepat menebar.
4. Pencapaian Hasil (Performing)
Selanjutnya, pemimpin akan terus melakukan monitoring, menunggu, membimbingkan bawahannya, dan mengukur sudah seberapa jauh pencapaian target-target yang ditetapkan. Pemimpin secara reguler mengingatkan job contract yang setiap tahun dievaluasi (performance appraisal). Tentang performance appraisal, Saudara akan mempelajarinya pada mata diklat lain yang ada dalam intermediate leadership training ini.
Selain itu, pemimpin juga harus melakukan deteksi apakah nilai-nilai, karakter, dan totalitas anggota organisasi telah sesuai dengan arahan tujuan ataukah ada hal-hal yang sejak dini sudah perlu dilakukan perbaikan (early warning system). Pemimpin juga perlu memastikan apakah nilai-nilai yang ada telah dibangkitkan dan searah dengan visi yang ditetapkan? Secara reguler, pemimpin harus melihat kinerja dari para bawahannya. Mereka dapat melakukannya secara berkala, apakah dalam bentuk formal melalui rapat evaluasi, ataukah dalam bentuk kontak-kontak yang informal.
IV. Nilai-Nilai Kementerian Keuangan
Proses implementasi sebuah kebijakan yang modern tidak terlepas dari konsep internalisasi budaya kerja terhadap sumber daya manusia yang ada. Kesadaran ini muncul karena kesuksesan implementasi sebuah kebijakan ditentukan oleh kesesuaian (compability) antara strategi dan budaya organisasi. Pada setiap organisasi, konsep ini sangat penting demi menunjang eksistensi dan kompetensi organisasi tersebut. Bentuk budaya kerja organisasi yang optimal akan berhubungan dengan kualitas kinerja yang ditawarkan yaitu pelayanan terhadap pemangku kepentingan (stakeholders). Selain itu, budaya organisasi yang kuat akan mendukung pencapaian visi dan misi organisasi.
Salah satu elemen dari pembentuk budaya organisasi adalah nilai-nilai (values). Saat ini, Kementerian Keuangan telah menetapkan Nilai-Nilai Kementerian berupa Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan dan Kesempurnaan. Nilai-nilai Kementerian Keuangan tersebut dirumuskan pada tanggal 28 dan 29 Juli 2011 dan dicanangkan secara langsung oleh Menteri Keuangan. Perumusan nilai-nilai ini merupakan bagian penting dalam tahapan pembangunan budaya organisasi Kementerian Keuangan di kini tengah diupayakan.
Nilai-Nilai Kementerian Keuangan merupakan turunan dari rumusan visi dan misi Kementerian Keuangan. Secara singkat, konsep tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Nilai-nilai, makna yang terkandung di dalam setiap nilai, berikut Perilaku Utama yang diharapkan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dalam dunia kerja dirumuskan sebagai berikut: NILAI MAKNA PERILAKU UTAMA
Integritas (Integrity)
Berpikir, berkata, berperilaku dan bertindak dengan baik dan benar serta memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral.
1. Bersikap jujur, tulus dan dapat dipercaya
2. Menjaga martabat dan tidak melakukan hal tercela.
Profesionalisme (Professionalism)
Bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik dengan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi.
1. Mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas.
2. Bekerja dengan hati.
Sinergi (Synergy)
Membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas.
1. Memiliki sangka baik, saling percaya dan menghormati.
2. Menemukan dan melaksanakan solusi terbaik.
Pelayanan (Service)
Memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan aman.
1. Melayani dengan berorientasi pada kepuasan pemangku kepentingan.
2. Bersikap proaktif dan cepat tanggap.
Kesempurnaan (Excellence)
Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik.
1. Melakukan perbaikan yang terus menerus.
2. Mengembangkan inovasi dan kreativitas.
Penjelasan lebih lanjut nilai-nilai kementerian keuangan:
1. Integritas
“Beranilah untuk mengatakan tidak. Beranilah untuk menghadapi kenyataan. Lakukan hal yang benar karena hal itu memang layak untuk dikerjakan. Inilah kunci untuk menjalani hidup anda dengan integritas.”
-Clement W. Stone-
Integritas berakar dari kata latin, integer yang bermakna incorruptibility, firm, adherence to a code of especially moral or artistic values. Dari situ, kita bisa menerjemahkan integritas sebagai sikap yang teguh memegang prinsip, tidak mau korupsi, dan menjadi dasar yang melekat pada diri sendiri sebagai nilai-nilai moral.
Menurut Nilai-Nilai Utama Kementerian Keuangan, integritas diartikan sebagai “berfikir, berkata, berperilaku dan bertindak dengan baik dan benar serta memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral”. Perilaku utama sebagai cerminan dari penerapan nilai integritas terdiri dari dua butir.
Butir pertama adalah “Bersikap jujur, tulus dan dapat dipercaya”. Panduan perilaku utama untuk butir pertama ini adalah sebagai berikut:
1. Berpikir/berbicara/ berbuat kebenaran meskipun tidak populer
2. Berani mengemukakan hal yang sebenarnya berdasarkan fakta
3. Bertindak sesuai aturan meskipun tidak diawasi
4. Terbuka atas setiap masukan atau koreksi perbaikan
5. Memegang teguh janji/amanah yang diberikan
Butir kedua adalah “Menjaga martabat dan tidak melakukan hal-hal yang tercela”. Panduan perilaku utama untuk butir kedua ini adalah sebagai berikut:
1. Tidak menerima pemberian dalam bentuk apapun
2. Transparan dalam setiap tindakan dan pengambilan keputusan
3. Tidak melakukan pertemuan informal dengan pihak yang patut diduga mempunyai kepentingan
4. Menjunjung tinggi kode etik dan profesi
5. Tidak kompromistis/ mengkondisikan keadaan untuk memperoleh keuntungan
Sebagian orang mengartikan integritas sebagai sikap hidup untuk selalu berbuat jujur. Sebenarnya, integritas berbeda dengan kejujuran. Stephen R. Covey mengatakan, “Honesty is telling the truth, in order word, conforming our words to reality. Integrity is conforming to our word, in order word, keeping promises and fulfilling expectation”. Di sini kita lebih bisa memahami bahwa integritas lebih pas diartikan sebagai kesesuaian antara ucapan dengan tindakan. Sementara, kejujuran lebih dekat kepada menyampaikan kebenaran sehingga ucapannya selaras dengan kenyataan yang ada. Sehingga integritas bukan sekedar apa yang kita lakukan. Lebih dari itu, integritas lebih mencerminkan siapa diri kita yang selanjutnya menentukan apa yang kita lakukan.
Bila integritas sudah menjadi sistem nilai pribadi, kita memiliki kompas yang bekerja secara otomatis sebagai pedoman yang memandu kita untuk berfikir, berkata dan mengambil tindakan tanpa kegamangan. Ketika integritas telah menjadi sistem nilai, kita akan menjadi orang yang konsisten. Apa yang kita yakini, akan tercermin pada ucapan, perilaku dan tindakan-tindakan kita.
Bagaimana cara kita membangun integritas?
Integritas merupakan hasil dari pembiasaan. Dari hal-hal kecil yang terus dipupuk dan dilakukan sehingga menjadi perilaku yang berulang lalu menjadi kebiasaan. Dari kebiasaan yang terus ditanamkan, nantinya akan mempengaruhi sifat dan membentuk karakter seseorang. Integritas merupakan hasil dari disiplin diri, keyakinan batin dan sebuah keputusan untuk selalu bersikap baik dan benar sesuai dengan prinsip etika dan pedoman moral dalam setiap keadaan dalam kehidupan kita.
2. Profesionalisme
Menurut Nilai-Nilai Utama Kementerian Keuangan, profesionalisme diartikan sebagai “Bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik dengan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi”. Perilaku utama sebagai cerminan dari penerapan nilai profesionalisme terdiri dari dua butir.
Butir pertama adalah “Mempunyai pengetahuan dan keahlian yang luas”. Panduan perilaku utama untuk butir pertama ini adalah sebagai berikut:
1. Senantiasa meningkatkan kompetensi diri
2. Bekerja sesuai dengan tugas/fungsi dan profesi/jabatannya
3. Menyelesaikan pekerjaan dengan efektif dan efisien
4. Bekerja berorientasi pada outcome (dampak) bukan hanya output (keluaran)
Butir kedua adalah “Bekerja dengan hati”. Panduan perilaku utama untuk butir kedua ini adalah sebagai berikut:
1. Terbuka atas pendapat atau masukan dari pihak lain
2. Senantiasa menujukkan antusiasme dan semangat bekerja yang tinggi
3. Berpikir, bertindak positif serta tulus ikhlas dalam menyelesaikan pekerjaan
3. Sinergi
“Berikan nilai lebih tinggi pada kerja sama tim ketimbang pencapaian, maka Anda tidak saja akan menerima kerja sama tim, tetapi juga pencapaiannya.”
-John C Maxwell-
Menurut Nilai-Nilai Utama Kementerian Keuangan, sinergi diartikan sebagai “Membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas”. Perilaku utama sebagai cerminan dari penerapan nilai sinergi terdiri dari dua butir.
Butir pertama adalah “Memiliki sangka baik, saling percaya dan menghormati”. Panduan perilaku utama untuk butir pertama ini adalah sebagai berikut:
1. Mengutamakan kerjasama untuk mencapai hasil kerja terbaik
2. Menghargai dan menerima masukan, pendapat dan gagasan dari orang lain
Butir kedua adalah “Menemukan dan melaksanakan solusi terbaik”. Panduan perilaku utama untuk butir kedua ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi permasalahan dengan jelas dan memberikan solusi terbaik
2. Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait
3. Menunjukkan komitmen terhadap keputusan bersama dan implementasinya
Dalam The 17 Indisputable Laws of Teamwork, Maxwell mengutip sebuah peribahasa China, “Di balik seorang yang dianggap mampu selalu ada orang lain yang juga mampu“. Selanjutnya, ia menyimpulkan bahwa kebenaran dari peribahasa itu terletak pada kenyataan bahwa kerja sama tim yang bersinergi adalah intisari dari pencapaian besar.
Dalam kenyataannya, sangatlah jarang kita bisa mendapatkan suatu fakta tentang tindakan-tindakan penting dalam sejarah manusia yang hanya dilakukan oleh satu orang saja. Selalu saja, dibalik pencapaian-pencapaian besar dalam sejarah manusia terdapat tim yang beranggotakan beberapa orang yang terlibat bekerja sama dalam prosesnya. Namun, kerja sama tim saja tidak cukup. Harus dapat dipastikan bahwa kerja sama tim tersebut mampu membentuk sinergi.
Sinergi didefinisikan oleh Stephen R. Covey (1994) sebagai keseluruhannya lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya. Maksudnya bahwa hubungan satu sama lain diantara bagian-bagian merupakan bagian di dalam dan dari hubungan itu sendiri. Oleh karenanya, sinergi bukan hanya merupakan bagian melainkan bagian yang paling bersifat katalisator, paling memberikan kekuatan, paling menyatukan, dan paling menyenangkan. Wajarlah, jika dalam matematika sinergi, 1+1 tidaklah berjumlah 2. Penjumlahan kedua bilangan itu bisa menghasilkan angka 4, 8, 16 atau bahkan 1.600.
Sinergi dalam Nilai-Nilai Kementerian Keuangan didefinisikan sebagai “Membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas”. Dalam konteks ini, apa yang perlu disinergikan? Setidaknya, ada tiga faktor sinergi yang perlu mendapat perhatian: komitmen,kompetensi, dan komunikasi. Setiap anggota atau bagian dari organisasi harus memahami bahwa mereka merupakan satu kesatuan untuk mencapai tujuan bersama. Semangat kebersamaan, keterbukaan, dan saling pengertian perlu ditumbuhkan sehingga akan menghasilkan sinergi yang sangat kuat untuk mencapai kinerja terbaik. Untuk itu perilaku utama berupa memiliki sangka baik, saling percaya dan menghormati serta menemukan dan melaksanakan solusi terbaik menjadi sangat diperlukan.
Semangat tim dan sinergi akan terwujud apabila setiap anggota atau bagian dari organisasi memahami bahwa keberadaan dirinya merupakan bagian dari mata rantai yang harus tersusun rapi dan saling memberi makna sehingga tidak terkotak-kotak. Masing-masing anggota atau bagian dari organisasi harus rela dan ikhlas menempati posisi masing-masing dalam kaitan tujuan bersama. Semangat persaingan harus diubah menjadi sebuah energi untuk mewujudkan kinerja terbaik. Dalam semangat kerja sama tim dan sinergitas, tidak ada konflik atau persaingan diantara anggota atau bagian dari organisasi karena hal tersebut akan memperlemah keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Fakta yang dapat diamati dari setiap the winning team adalah bahwa, “Setiap tim pemenang memiliki pemain yang menempatkan kebaikan bagi tim di atas diri mereka sendiri. Mereka ingin bermain di bidang yang menjadi kekuatan mereka, tetapi mereka bersedia melakukan apa yang diperlukan untuk menjaga keutuhan tim. Mereka mau mengorbankan peran mereka untuk sasaran yang lebih besar”, kata John C. Maxwell.
4. Pelayanan
Menurut Nilai-Nilai Utama Kementerian Keuangan, pelayanan diartikan sebagai “Memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan aman”. Perilaku utama sebagai cerminan dari penerapan nilai pelayanan terdiri dari dua butir.
Butir pertama adalah “Melayani dengan berorientasi pada kepuasan pemangku kepentingan”. Panduan perilaku utama untuk butir pertama ini adalah sebagai berikut:
1. Menunjukkan kepedulian, ramah dan santun dalam memberikan pelayanan
2. Memberikan pelayanan yang melebihi harapan (beyond expectation)
3. Selalu siap untuk melayani sesuai dengan standar layanan
4. Mengarahkan kepada pihak yang lebih kompeten bila diri sendiri tidak memahami permasalahan
Butir kedua adalah “Bersikap proaktif dan cepat tanggap”. Panduan perilaku utama untuk butir kedua ini adalah sebagai berikut:
1. Mempunyai inisiatif untuk menggali kebutuhan layanan
2. Memberikan pelayanan sesuai dengan target waktu yang ditetapkan
3. Cekatan atau tanggap dalam menyelesaikan permasalahan
Nilai-nilai Utama Kementerian Keuangan menuntut kita untuk, “memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan aman.” Sebagai bentuk perilaku utama sebagai pengejawantahan dari nilai tersebut pada butir melayani dengan berorientasi pada kepuasan pemangku kepentingan, kita dituntut untuk menghindari arogansi kekuasaan dan bersikap ramah dan santun.
5. Kesempurnaan
Menurut Nilai-Nilai Utama Kementerian Keuangan, kesempurnaan diartikan sebagai “Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik”. Perilaku utama sebagai cerminan dari penerapan nilai kesempurnaan terdiri dari dua butir.
Butir pertama adalah “Melakukan perbaikan terus menerus”. Panduan perilaku utama untuk butir pertama ini adalah sebagai berikut:
1. Mereview atau mengevaluasi hasil kerja dan mengajukan usulan perbaikannya
2. Menunjukkan inisiatif untuk mengidentifikasi peluang perbaikan yang dapat memberikan nilai tambah
3. Terbuka kepada usulan perbaikan
Butir kedua adalah “Mengembangkan inovasi dan kreativitas”. Panduan perilaku utama untuk butir kedua ini adalah sebagai berikut:
Melakukan terobosan-terobosan untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik
1. Berani mengemukakan gagasan/pendapat positif yang berbeda dan bernilai tambah demi kemajuan
2. Mencari dan mengembangkan ide, pemikiran dan cara-cara baru serta mengimplementasikannya untuk mempermudah pekerjaan guna menghasilkan kinerja yang lebih baik
Nilai-nilai utama kemenkeu mengartikan kesempurnaan (excellent) sebagai ‘senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik’. Dengan jelas, kita dapat menangkap pesan yang diinginkan dari butir nilai kesempurnaan ini. masalahnya adalah apa yang kita perlukan agar bisa memenuhi tuntutan tersebut?
Untuk mencapai tuntutan itu, diperlukan konsistensi sikap mental dan perilaku dari insan kemenkeu untuk melakukan perbaikan terus menerus dan mengembangkan inovasi dan kreativitasnya. semua itu harus dimulai dari kesadaran yang bersifat self-respect (kehormatan diri) bahwa kita mampu untuk melakukan sesuatu dan berusaha untuk membuktikan kemampuan tersebut dalam bentuk nyata berupa prestasi-prestasi kerja.