Gratifikasi PNS
Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.[1]
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
- yang nilainya Rp 10.000.000 atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
- yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000 pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.[1]
Dengan kata lain, suatu gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang perbuatan pidana suap khususnya pada seorang Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri adalah pada saat yang bersangkutan melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak mana pun sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan ataupun pekerjaannya.[2]
Tidak benar bahwa Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 melarang praktik gratifikasi atau pemberian hadiah di Indonesia. Praktik gratifikasi atau pemberian hadiah di kalangan masyarakat tidak dilarang, tetapi perlu diperhatikan adanya sebuah rambu tambahan yaitu larangan bagi Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara untuk menerima gratifikasi yang dapat dianggap suap.[2]
Daftar Isi [sembunyikan]
- 1 Perbedaan antara Gratifikasi Legal dan Gratifikasi Ilegal
- 2 Pajak atas Gratifikasi
- 3 Pranala Luar
- 4 Referensi dan Catatan
Perbedaan antara Gratifikasi Legal dan Gratifikasi Ilegal
Buku Saku Memahami Gratifikasi memuat tabel ringkas mengenai perbedaan karakteristik antara gratifikasi (hadiah) yang legal dan ilegal sebagai berikut: